0 Baby Booming Kembali Mengancam Indonesia

Selasa, 27 Maret 2012
KILAS BALIK 2011 KELUARGA BERENCANA
Dengan adanya Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 dan Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2010, maka tugas dan fungsi BKKBN ke depan makin berat. Ini terjadi karena ada perubahan struktur organisasi dari Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional menjadi Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).
Konsekuensi dari perubahan itu, BKKBN tidak hanya bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan KB nasional, tetapi juga dalam penyerasian kebijakan pengendalian penduduk. Apalagi jumlah dan pertumbuhan penduduk Indonesia akhir-akhir ini, berdasarkan data sensus penduduk tahun 2010, melebihi angka proyeksi nasional, yaitu sebanyak 237,6 juta jiwa dengan laju pertambahan penduduk (LPP) 1,49 per tahun.
Memang jika kita perhatikan fakta kependudukan di Indonesia saat ini, secara kuantitas jumlah dan pertumbuhan penduduknya masih cukup tinggi, bahkan terbesar keempat sedunia. Dengan LPP 1,49 per tahun, berarti di Indonesia setiap tahunnya masih ada pertambahan penduduk 3,5 juta-5 juta. Ini berarti, setiap harinya ada 10.000 bayi lahir di Indonesia. Kondisi kualitas penduduk Indonesia berdasarkan indeks pembangunan manusia (IPM), juga masih rendah, berada pada posisi ke-124 dari 187 negara.
Pertumbuhan penduduk yang pesat merupakan akibat dari fertilitas yang tinggi. Selain akan menjadi sumber kemiskinan, hal itu juga akan menghambat pertumbuhan ekonomi. Dampak dari kondisi itu, beban pemerintah akan meningkat, baik di pusat maupun daerah, khususnya dalam penyediaan pemenuhan kebutuhan dasar penduduk, yaitu penyediaan pangan, kesehatan, pendidikan, lapangan kerja, transportasi, energi, dan lain-lain.
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN Sugiri Syarief memprediksi, apabila laju pertumbuhan penduduk Indonesia ke depan tidak dapat ditekan secara signifikan, terutama melalui pengendalian kelahiran, maka dalam waktu kurang dari 50 tahun lagi (2060) jumlah penduduk Indonesia akan meningkat dua kali lipat atau sekitar 475-500 juta jiwa.
"Dengan jumlah penduduk sebesar itu, Indonesia akan menggeser AS dalam hal jumlah penduduk. Indonesia akan menduduki peringkat ketiga jumlah penduduk terbesar di dunia sesudah China dan India," katanya.

Dinamika Positif
Keberhasilan program KB kurang lebih selama tiga tahun terakhir sesungguhnya sudah dapat dirasakan dan telah menunjukkan dinamika yang positif, antara lain jika melihat hasil sensus penduduk tahun 2010. Walau secara keseluruhan jumlahnya naik, tetapi jika kita cermati pada kelompok umur 0-4 tahun, jumlahnya lebih sedikit dibanding pada kelompok umur 5-9 tahun. Di samping itu, juga bisa dilihat kemajuan lainnya, yaitu makin meningkatnya dukungan politis dan operasional dari pemeritah pusat dan daerah.
Dukungan politis dalam bentuk peraturan perundang-undangan, yaitu dengan diterbitkannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, telah menjadi payung hukum yang makin kuat. Perpres Nomor 5 Tahun 2010 tentang RPJMN 2010-2014 dan Inpres No 1 Tahun 2010 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional serta Inpres Nomor 3 Tahun 2010 tentang Program Pembangunan yang Berkeadilan telah menempatkan program KB sebagai bagian strategis dari pembangunan nasional.
Program KB sudah menjadi urusan wajib yang harus dilaksanakan dan didanai oleh pemerintah provinsi dan kabupaten/kota. Sudah mulai banyak pemerintah kabupaten/kota yang memberikan dukungan melalui perda dalam bentuk penyiapan kelembagaan, personel, sarana dan prasarana, dan mengalokasikan anggaran untuk mendanai program KB walau dalam jumlah yang terbatas.
Namun, masalah kependudukan tetap menjadi isu yang sangat penting dan mendesak, khususnya yang berkaitan dengan aspek pengendalian kuantitas penduduk, peningkatan kualitas penduduk dan pengarahan mobilitas penduduk, jika dikaitkan dengan potensi ancaman ledakan penduduk ke depan.
Kiranya perlu direnungkan bersama apa arti dan implikasi pertambahan penduduk Indonesia rata-rata 3,5-5 juta tiap tahun atau hampir mencapai 10.000 setiap hari.
Menurut Sugiri, kondisi seperti ini yang seharusnya mendapat perhatian semua komponen bangsa. Sebab, dengan jumlah penduduk 237 jiwa saja, saat ini berbagai persoalan sosial muncul di permukaan, mulai dari soal kesehatan penduduk, pendidikan, sulitnya lapangan kerja, transportasi yang ruwet, makin sempitnya lahan pertanian, makin sulitnya mencari udara bersih, makin langkanya tempat bermain anak-anak dan keluarga, makin susahnya mengendalikan amukan massa dengan persoalan yang kecil sampai urusan keyakinan kepercayaan, makin sering terlihat pemandangan banjir di berbagai wilayah dan sebagainya.
Jumlah penduduk yang banyak dengan kualitas yang baik adalah aset pembangunan. Akan tetapi, jumlah penduduk yang banyak dengan kualitas yang rendah akan menjadi beban negara, pemerintah, dan masyarakat.
Kondisi seperti ini tentu saja memprihatinkan bagi kelangsungan pembangunan yang mengemban cita-cita menyejahterakan seluruh rakyat Indonesia, tidak harus dibiarkan terjadi. "Jangan sampai Indonesia kembali mengalami baby booming kedua," kata Sugiri.

Jangan Lalaikan
Sementara itu, Ketua Koalisi Kependudukan Sonny Harry B Harmadi mengatakan, pemerintah hendaknya tidak melalaikan masalah kependudukan seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang cukup cepat.
"Pemerintah jangan lalaikan masalah kependudukan karena ini sangat serius, seiring dengan pertumbuhan ekonomi dan penduduk," katanya.
Ia mengatakan, kesadaran bersama akan pentingnya pembangunan berwawasan kependudukan sangat penting untuk menyinkronkan program pembangunan fisik dan pertumbuhan penduduk dan juga tingkat kesejahteraan.
Harry yang juga Kepala Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia mengatakan, masalah kependudukan akan menjadi serius pada masa mendatang apabila tidak diantisipasi sedini mungkin. "Masalah kependudukan harus jadi perhatian semua pihak sebab masalah ini bisa jadi persoalan serius jika tidak ditangani dengan baik," katanya.
Untuk itu, ia mengatakan, pihaknya terus memantapkan langkah dan program dalam mendorong kesadaran masyarakat terkait dengan kependudukan dengan membuat jejaring koalisi kependudukan.
Sementara itu, Nova Riyanti Yusuf, Srikandi Demokrat yang duduk di Komisi IX DPR, mengajak kaum pria berperan lebih aktif menekan laju pertumbuhan penduduk Indonesia dengan mengikuti program keluarga berencana (KB). "Komisi IX DPR sudah merekomendasikan Panja Pengendalian Laju Pertumbuhan Penduduk dalam rapat dengar pendapat dengan BKKBN," kata Nova Riyanti Yusuf yang akrab disapa Noriyu.
Menurut Noriyu, peningkatan peran pria dalam KB sangat bermanfaat untuk ikut menyukseskan program pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan dan juga menekan laju ledakan penduduk.
Menurut Noriyu, KB bukan semata-mata urusan tentang tubuh perempuan. Adalah fakta bahwa tubuh perempuan berisiko akan kematian melalui proses kehamilan dan sistem reproduksi yang tidak memperhatikan kaidah kesehatan perempuan. Karena itu, upaya peningkatan peran pria dalam keluarga berencana sangat bermanfaat untuk ikut menyukseskan program KB. 
http://www.suarakarya-online.com: 21/12/2011

0 Bidan tidak boleh pasang KB

Senin, 05 Maret 2012
Neh... buat teman2 yang penasaran atas kebijakan baru, apa penyebab dan masalahnya??? yah..... jadi bidan Kewenangaannya dimana ajah ne??? aduh semoga bidan tetap bisa menjalankan profesi kebidanan nya dengan baik deh ya... cayoou bidan Indonesia.
Permenkes 149/2010 tentang praktek bidan kabarnya membatasi kewenangan bidan dalam memasang KB. Di dalam pasal 12 disebutkan kalau sebagian besar kewenangan tersebut hanya diberikan kepada bidan yang “menjalankan tugas pemerintah”, di luar itu kewenangan dalam pelayanan KB hanya memberi konseling dan melayani penggunaan kondom. Ada isu juga kalau pasal ini dikeluarkan karena ada dorongan kuat dari profesi dokter. Saya pikir ini kurang bisa dibenarkan, karena:

1. Continuity of care
Saya melihat pelayanan KB dan persalinan ada dalam satu continuum. Logis sekali kalau seorang bidan (praktik swasta) melayani seorang ibu dalam continuum ante-post partum. Kalau seorang ibu ingin menjarangkan kehamilan pasca melahirkan, kenapa harus dikirimkan ke dokter? Saya pikir potensi batal ber-KB-nya lebih besar daripada berhasil.

2. Pencapaian program KB
Ini alasan terkuat saya kenapa bidan (praktek swasta) sebaiknya diberi wewenang memberikan pelayanan KB. Sekarang, pelayanan KB lebih banyak didukung oleh sektor swasta ketimbang pemerintah. Per tahun 1997, lebih dari 40 persen pelayanan KB dilakukan oleh pelayanan swasta. Di antara orang miskin sekitar 45 persen dari pelayanan swasta ini diberikan oleh bidan praktek swasta, karena harganya lebih murah ketimbang dokter swasta. Saya tidak punya angka absolutnya, tapi ini pasti bukan jumlah yang sedikit. Sekarang bandingkan dengan cakupan dokter dan bidan. Kita punya 80,000an dokter dan 200,000an bidan. Apakah pemerintah bisa menjamin yang 45 persen ini 100 persen akan tertangani oleh dokter? Sedangkan penggunaan kondom hanya sekitar 1 persen dari seluruh pelayanan KB yang digunakan para akseptor. Belum lagi kita bicara tentang unmet need pelayanan KB sebesar hampir 9 persen.
3. Historis
Saya pikir kemajuan profesi bidan sekarang banyak sekali ditentukan oleh keinginan kuat pemerintah mengendalikan jumlah penduduk. Saya juga yakin, biaya yang dikeluarkan untuk melatih bidan supaya bisa melayani KB tidak sedikit. Lalu sekarang harus mengeluarkan uang untuk melatih (kembali) dokter? Saya bingung sekali, kenapa Kemenkes bisa mengeluarkan kebijakan yang a-historis seperti ini. Apakah Kemenkes tidak berkonsultasi dengan BKKBN?.

4. Etis-filosofis
Siapa yang berhak menentukan kompetensi suatu profesi? Lebih spesifik lagi, apakah PB-IDI/dokter berhak menentukan kompetensi bidan? Kalau sebagian dokter bilang “bidan tidak boleh pasang KB” dan sebagian lagi bilang “bidan boleh pasang KB” (seperti saya), pendapat dokter mana yang akan didengar? Kenapa? Lalu, kenapa tidak berlaku sebaliknya? Bidan sudah menolong persalinan sebelum profesi dokter ditemukan, bagaimana kalau bidan bilang melayani persalinan bukanlah kompetensi dokter?

Untuk menjadi bahan renungan.
sumber:Panji. Bidan (Tidak) Boleh Pasang KB. Diunduh tanggal 7 april 2010; tersedia di http://kesehatan.kompasiana.com/2010/04/10/bidan-tidak-boleh-pasang-kb/

copy :  bidanshop.blogspot.com

0 SYARAT DAN ATURAN SURAT TANDA REGISTRASI BIDAN (STR)

Dapat info terbaru neh dari blog nya Mbak Febri http://bidanshop.blogspot.com/ untuk simpanan diri sendiri dan calon2 bidan. Tengks Mbak!!


Berdasarkan Permenkes no.1796 tahun 2011 tentang Registrasi tenaga kesehatan. Diwajibkan kepada seluruh tenaga kesehatan termasuk Bidan untuk memiliki surat izin/surat tanda registrasi,.

Sesuai dengan BAB VI Ketentuan Peralihan, pasal 34 pada peraturan tersebut, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan :
1. Bidan yang sudah memiliki SIB (surat Izin Bidan) berdasarkan peraturan perundang-undangan yang ada, dinyatakan sudah memiliki Surat Tanda Registrasi (STR) Bidan, sampai masa berlakunya habis.
2. Bidan yang sudah memiliki SIB dan masa berlakunya habis paling lama 5 tahun setelah berlakunya aturan ini, kepadanya dapat diberikan perpanjangan STR.
3. Bagi Bidan yang belum memiliki SIB/STR yang sudah lulus program pendidikan sebelum tahun 2012, kepadanya dapat diberikan STR sesuai dengan peraturan ini.
4. Permohonan penerbitan STR dapat dilakukan secara kolektif melalui institusi pendidikan (bagi dosen, lulusan baru yg belum bekerja), institusi pelayanan (bidan yg bekerja di institusi pelayanan kesehatan), IBI (bidan Praktik Mandiri, lulusan yg belum memiliki SIB/STR), atau di institusi pelayanan tempat bidan bekerja.

PERSYARATAN STR :
1. FotoCopi ijazah yang sudah dilegalisir 2 lembar (D1 bidan atau D3 kebidanan atau S1 Kebidanan)
2. Pasfoto 4x6 latar merah 3 lembar
3. Surat permohonan penerbitan STR secara kolektif di tujukan ke ketua MTKI yang di tandatangani ketua/kepala institusi. Tembusan ketua MTKP propinsi.
4. Softcopy dalam bentuk CD berisi daftar nama pemohon, nomor ijazah, Tempat tanggal lahir. tanggal dan tahun lulus, asal institusi pendidikan

Syarat tambahan (tidak mutlak) :
1. FotoCopi ijazah D4/S1, S2 dan S3
2. FotoCopi SIB lama (bagi yg memperpanjang)

Cara pengirimin Berkas.
1. Dapat diserahkan ke MTKP Propinsi masing-masing yang sudah dibentuk. Selanjutnya MTKP akan menyampaikan ke MTKI.
2. Jika MTKP propinsi belum siap dapat diserahkan langsung ke MTKI, dengan tembusan surat dan lampiran ditujukan ke ketua MTKI.

Sumber
Pengurus Pusat Ikatan Bidan
http://www.ibi.or.id